Minggu, 21 Desember 2014

I’M THE CLASS LEADER



sebuah cerpen karya gue sendiri haha, silahkan membaca...


I’M THE CLASS LEADER

Teeeeeeeeet... Teeeeeeeet... Teeeeeet.....

Pagi itu bel sekolah berbunyi 3 kali yang menandakan bahwa sesaat lagi kegiatan belajar mengajar akan segera di mulai, hari ini adalah awal masuknya  tahun ajaran baru bagi siswa dan siswi di SMA GEMBIRA TANGERANG. Dari  gerbang sekolah terlihat seorang satpam yang berbadan kekar, berkumis lebat dengan berseragam satpam lengkap sedang menutup pintu gerbang sekolah.

“Eh... pak tunggu..... tunggu..... HAH.. HUH.. HAH.. HUH..” teriak seorang anak yang berlari terbirit-birit karena takut telat.

“Waaaah.... kamu ini yaaah... udah jam berapa ini??” ucap satpam sekolah dengan muka sedikit menyeramkan.

“Maaf pak... maaf... tadi jalan menuju sekolah lagi macet total... makanya saya telat, sekali lagi saya minta maaf paak..” sahut anak itu dengan muka ketakutan karena melihat kumis satpam kekar itu bergoyang-goyang.

“Aaaah... alasan aja kamu.. yaudah cepat masuk..” jawab satpam berkumis lebat itu.

“Makasih.. pak.. makasih...” ucap anak itu sambil mencium tangan satpam yang akan segera menutup gerbang.

Anak itu pun masuk dan pergi menuju kelas barunya. Ia bernama AHMAD seorang siswa kelas 11 yang pada hari ini akan naik ke kelas 12 di SMA GEMBIRA TANGERANG, walau pun sudah menginjak kelas 12, Ahmad adalah seorang anak mempunyai badan kecil seperti anak kelas 6 SD, oleh karena itu Ahmad sering kali jadi bahan bullyan teman sekelasnya, Ahmad juga seorang anak yang mudah strees ketika ada masalah di dalam kehidupannya.

Anak-anak di SMA GEMBIRA TANGERANG pada saat itu berbondong-bondong menuju kelas barunya masing-masing, begitu juga Ahmad. Karena hari ini adalah awal masuknya tahun ajaran baru di mana anak-anak bertemu dengan kelas baru dan teman barunya maka KBM pada hari itu tidak berjalan seperti biasanya.

“Karena hari ini KBM belum aktif, maka bapak minta bagaimana kalo hari ini kita pakai buat pemilihan ketua kelas saja...??” tanya pak Esha seorang wali kelas di kelas Ahmad.

“Okeee... pakkkk okeeee...” jawab anak satu kelas dengan penuh semangat.

“Tapii... kayanya bapak tidak bisa ikut memilih ketua kelas di kelas kita hari ini deh..  karena bapak ingin menghadiri kondangan tetangga bapak, jadi kalian aja yang milih sendiri siapa yang pantas untuk menjadi ketua kelas di kelas kita ini. Oke...??”  Sahut pak Esha dengan senyuman eksoticnya, kemudian beliau meninggalkan kelas.

“Siapa nih yang mau kita jadiin ketua kelas di kelas ini???” tanya salah satu anak di kelas Ahmad.

“Ahmad aja.... Ahmad...”

“Iya Ahmad aja..”

“Iyaaaaa... gimana kalo Ahmad aja..”

“Yaudah Ahmad aja jadi ketua kelasnya..hahaha”

“AHMAD!! AHMAD!! AHMAD!!..” sorak beberapa anak di kelas.

Perasaan Ahmad waktu itu mulai tidak enak, jantungnya mulai berdetak kecang, tetes demi tetes air keringatnya mulai jatuh dari dahi menuju dagunya, bangku yang ia duduki bergetar akibat dari getaran tubuhnya, suasana saat itu sangat menyeramkan bagi Ahmad, bulu kuduknya berdiri seakan-akan Ahmad sedang melihat pocong di depan mukanya, dan tiba-tiba..

“AAAAARRRGGHH.... gue gamau jadi ketua kelas!! kalian jangan seenaknya aja dong.. mentang-mentang badan gue paling kecil kalian seenaknya aja nunjuk gue jadi ketua kelas.. ini kan gaadil seharusnya ketua itu di pilih atas kemauannya sendiri bukan dengan cara di tunjuk-tunjuk seperti ini...” sahut Ahmad di bangku yang ia duduki dengan muka sedikit kesal.

“Sabar mad.. sabar.. ini demi kebaikan kita bersama kok, lo pasti bisa mimpin kelas ini, tenang aja kita pasti mendukung lo kok..” ucap Arifin teman yang duduk di depan bangku Ahmad.

Dengan muka masih sedikit kesal Ahmad menjawab “Tapi gue kan gamau jadi ketua kelas, menurut gue jadi ketua kelas itu tanggung jawabnya lumayan besar..”

“Udah lah... lo pasti bisa kok, gue mendukung lo kok, lagian temen-temen kita semua memberi kepercayaan buat lo jadi ketua kelas..” ucap Arifin yang sedang menenangkan kekesalan Ahmad dengan suara rendah.

“Tapi kan....”

“Udah gausah terlalu di pikirin... jadi ketua kelas doang kan? Bukan ketua perang dunia ke III? Lagian nanti suatu saat lo bakalan jadi ketua keluarga di rumah tangga lo, yang bakalan lo rajut bersama istri dan anak-anak lo kelak, masa gini doang gabisa? Gue yakin lo pasti bisa. Nah... sekarang lo mau kan jadi ketua kelas di kelas kita ini??” bujuk Arifin dengan senyuman yang membuat Ahmad sedikit geli melihatnya.

Dan akhirnya Ahmad menganggukkan kepalanya dengan perasaan masih sedikit ragu untuk menerima hal tersebut.

***

Hari berganti hari, Ahmad menjalankan tugasnya sebagai ketua kelas meskipun ia masih tidak terima dengan keputusan ini, tapi ia mencoba beradaptasi dengan kehidupan barunya menjadi seorang ketua kelas. Bagi Ahmad  beradaptasi dari orang yang tadinya biasa-biasa aja di sekolah menjadi ketua kelas yang penuh dengan kesibukan, sering di panggil guru, mengurus kelas, mendapatkan kritikan-kritikan, menyatukan pendapat-pendapat teman yang berbeda, bagaikan seekor beruang kutub yang sedang beradaptasi di negri mesir, memang tidak mudah untuk beradaptasi seperti itu, tapi Ahmad dengan penuh ke ikhlasannya ia menjalankan tugasnya sebagai ketua kelas meskipun ia strees memikirkan hal tersebut, apalagi dengan badannya yang kecil itu ia tidak dihargai di kelas. Suatu ketika ada guru yang memanggil Ahmad

“Ahmad... sinih....” ucap ibu Meta Morsofa, salah satu guru mata pelajaran biologi di SMA GEMBIRA TANGERANG.
“Iyaaaah buuu ada apa ya??”

“Nantikan kan di kelas kamu ada pelajaran ibu, ibu gabisa masuk tapi ibu mau ngasi tugas, kerjakan soal LKS BAB1 jangan lupa di kumpulkan yaah, jangan sampai ada yang tidak mengumpulkan!”

“Iyah bu.. nanti saya sampaikan ke temen-temen...” jawab Ahmad.

Lalu setelah itu Ahmad langsung menuju kelas untuk menyampaikan pesan dari ibu Meta Morsofa kepada teman-temannya, ini adalah pertama kalinya Ahmad berbicara di depan teman-teman sekelasnya.

“Temen-temen mohon perhatiannya dong, ada pesan dari ibu Meta Morsofa katanya beliau engga bisa masuk hari ini, tapi beliau nitip pesan katanya kerjakan soal di LKS BAB1, jangan lupa nanti di kumpulkan yah...”

Ahmad menyampaikan pesan ibu Meta Morsofa kepada teman-temanya tapi hanya satu dua orang yang mendengarkan Ahmad berbicara di depan, sedangkan yang lain sibuk dengan kesibukannya masing-masing, Ahmad seperti botol bekas yang tidak ada harganya, di abaikan begitu saja.

Keesokan harinya ibu Meta Morsofa memanggil Ahmad lagi
“Ahmad... sini kamu..!!” ucap dia dari ke jauhan

Ahmad menghampiri ibu Meta Morsofa dan menjawab “Iya bu..??”

“Mana tugas yang ibu suruh kerjakan kemaren??” tanya dia kepada Ahmad.

“Mmmm.... gini bu.. mmmm... anak-anak tidak ada yang mengerjakan tugas yang ibu suruh kemaren, hanya satu dua orang doang bu yang mengerjakan tugas yang ibu suruh..” jawab dia dengan muka takut.

“Loh kok bisa?? Apa kamu tidak menyampaikan pesan ibu ke semua teman kamu di kelas??!!” tanya ibu Meta Morsofa dengan emosinya.

“Mmmm.. Saya sudah menyampaikan pesan ibu.. tapi.... mereka tidak mendengarkan saya bu..” jawab Ahmad sambil menundukkan kepalanya.

“LOH.. kamu ini kan ketua kelas!! seharusnya kamu bersikap tegas kepada teman teman kamu!! Jangan hal seperti ini di jadikan sebagai alasan untuk tidak mengumpulkan tugas!! Kamu bisa gasih jadi ketua kelas yang tegas??!!” ucapnya kepada Ahmad.
Ahmad hanya terdiam mendengar kritikan pedas ibu Meta Morsofa sambil menganggukkan kepalanya keatas dan kebawah.

***

Hampir satu bulan Ahmad menjadi ketua kelas di kelasnya, berbagai macam sindiran dan kritikan-kritikan pedas dari guru dan teman-teman sekelasnya seakan-akan menjadi cemilannya tiap hari.

“Gimana sih mad.. kalo jadi ketua kelas yang tegas dong!!”

“Iya nih si Ahmad lu yang tegas dong kalo jadi ketua kelas!!”

“Dasar ketua kelas ga bertanggung jawab!!”

Itulah kata-kata yang di dengar Ahmad selama hampir satu bulan ini, hati Ahmad merasa terpukul mendengar kritika-kritikan pedas itu tapi Ahmad hanya menyimpan di dalam hatinya saja. Suatu ketika Ahmad tidak masuk sekolah karena ia sakit, ia terlalu stres memikirkan jabatannya sebagai ketua kelas yang selalu di anggap tidak becus dalam mengurus kelas, padahal ia bekerja dengan ikhlas mulai dari menyapu kelas, menghapus papan tulis yang kotor, mengisi spidol, memanggil guru setiap harinya dan sebagainya. Satu minggu Ahmad tidak masuk kelas, keaadaan kelas mulai kacau karena orang yang di suruh untuk memanggil guru, mengumpulkan tugas setiap harinya tidak masuk. Anak-anak pun mulai bertanya-tanya

“Kemana Ahmad??”

“Iyaah si Ahmad kemana yah??”

Kemudian si Yanto salah satu teman yang duduk sebangku dengan Ahmad memberitahukan bahwa Ahmad sudah satu minggu sakit.

“Si Ahmad sakit apa??” tanya salah satu teman sekelas Ahmad.

“Gue kurang tau juga sih, katanya kepalanya sering pusing gituh..” jawab Yanto.

“Masa pusing doang sampe satu minggu..??” jawab salah satu temannya lagi.

“Mana gue taaaaauu....” jawab Yando sambil menggerakkan alisnya.

“Mungkin dia cape ngurus kalian yang gamau nurut sama dia, kalian jangan membebankan semua ini kepada Ahmad, kasian dia tiap hari ngurus kalian tapi kaliannya gamau nurut, alhasil yang kena omel sama guru si Ahmad kan? kalo ada tugas tapi kalian gamau ngerjain! kalian kan udah gede, udah kelas 12, bentar lagi udah mau lulus masa gabisa menghargai orang, jangan pernah mandang orang sebelah mata, mentang-mentang si Ahmad paling kecil di kelas, paling kurus di kelas, terus kalian seenaknya aja gamau nurut sama kata-kata Ahmad?? tolonglah... dia kan ketua kelas kita yang kita percayai, kita pilih, jadi kita harus menghargai dia sebagai ketua kelas..” ucap Arifin dengan tegas kepada teman-teman sekelas.

Kemudian semuanya terdiam, ada juga yang matanya berkaca-kaca mendengar ucapan yang di sampaikan oleh Arifin, dan sejak saat itu anak-anak mulai sadar dan prihatin kepada Ahmad.

“Iyah kasian juga yah si Ahmad”

“Iyah kenapa kita gamenghargai dia.. padahal kita udah memberi kepercayaan sama dia”

“Iyah.. kenapa selama ini kita gasadar, coba kita jadi dia pasti kita bakalan ngerasain tuh gimana sakitnya perasaan kita kalo di omelin guru, di bilang ketua kelas gabertanggung jawab, padahal kita mengerjakan apa yang emang jadi tugas kita”

“Iyaah kasian banget yah si Ahmad”

“Yaudah mulai sekarang kita rubah semua sifat kita yang selalu mengandalkan atau membebankan Ahmad, yang selalu ngeremehkan Ahmad, kita harus menghargai Ahmad sebagai ketua kelas kita” ucap Arifin.

Keesokan harinya Ahmad masuk kelas dan semuanya berubah, papan tulis yang biasanya kotor penuh dengan coretan-coretan guru saat mengajar sekarang sudah bersih, meja-meja rapi, wajah-wajah teman sekelas yang biasanya datar-datar saja ketika Ahmad masuk ke kelas sekarang semuanya memberi senyuman kepada Ahmad.

“Ahmad... maafin kita yah, maaf selama ini kita udah gangehargain lo, kita udah ngebebanin lo jadi ketua kelas, maaf yah mad...” ucap dari salah satu perwakilan semua teman kepada Ahmad.

“Mmmm... kalian kenapa sih? Kok tiba-tiba jadi kaya gini? kalian gasalah kok, gue emang gategas buat ngurus kalian” jawab Ahmad.

“Engga mad.. sebenernya lo tegas, kita sadar kalo selama ini kita gamau ngedengeri apa yang lo suruh, apa yang lo minta, apa yang lo sampein, coba kita ngedengerin pasti lo gaakan terbebani, kita bakalan kerjasama buat ngejadiin kelas ini rapi, bersih, kita bakalan jadiin kelas ini sebagai rumah kedua kita dan kita semua bakalan ngehargai lo sebagai pemimpin di kelas ini” ucap salah satu teman sekelas Ahmad dengan senyuman.

“Gue sama kok kaya kalian semua, gue gaperlu di spesial-spesialin, gue cuma butuh kekompakan kita semua dan kerjasama kita semua, dan itu semua udah bikin gue seneng” jawab Ahmad dengan senyuman.

Kemudian semuanya memeluk Ahmad dan semuanya terharu medengar kata-kata yang di ucapkan Ahmad.


Dan akhirnya sekarang Ahmad menjadi ketua kelas seperti biasanya akan tetapi sekarang teman-teman sekelasnya menghargainya sebagai ketua kelas. Semuanya senang melihat semuanya kompak, begitu juga Ahmad  dia nampak senang melihat teman-temannya kompak dan mau bekerjasama satu sama lain. Meskipun sekarang Ahmad sudah di hargai dan tidak di remehkan lagi oleh teman-teman sekelasnya, Ahmad tetap menjalankan tugasnya sebagai ketua kelas seperti biasa, memanggil guru ketika guru tidak kujung datang kekelas, mengumpulkan tugas yang sudah di kerjakan oleh Ahmad dan teman-teman sekelasnya, dan ia juga masih menghapus papan yang masih penuh dengan coretan-coretan bekas guru mengajar. Bagi Ahmad ketua kelas yang baik itu adalah, bukan ketua kelas yang kerjanya hanya nyuruh-nyuruh, bukan ketua kelas yang kerjanya cuma duduk dan ingin di hargai atau di segani teman-temannya satu kelas, tapi bagi Ahmad ketua kelas yang baik itu adalah ketua kelas yang mau bekerja untuk kesejahteraan kelasnya dan menjadikan isi kelasnya kompak satu sama lain.