sebuah cerpen karya gue sendiri haha, silahkan membaca...
I’M THE CLASS LEADER
Teeeeeeeeet...
Teeeeeeeet... Teeeeeet.....
Pagi itu bel sekolah berbunyi 3 kali yang menandakan bahwa
sesaat lagi kegiatan belajar mengajar akan segera di mulai, hari ini adalah
awal masuknya tahun ajaran baru bagi
siswa dan siswi di SMA GEMBIRA TANGERANG. Dari gerbang sekolah terlihat seorang satpam yang berbadan
kekar, berkumis lebat dengan berseragam satpam lengkap sedang menutup pintu
gerbang sekolah.
“Eh... pak
tunggu..... tunggu..... HAH.. HUH.. HAH.. HUH..” teriak seorang anak yang berlari
terbirit-birit karena takut telat.
“Waaaah....
kamu ini yaaah... udah jam berapa ini??” ucap satpam sekolah dengan muka sedikit menyeramkan.
“Maaf
pak... maaf... tadi jalan menuju sekolah lagi macet total... makanya saya
telat, sekali lagi saya minta maaf paak..” sahut anak itu dengan muka ketakutan karena melihat
kumis satpam kekar itu bergoyang-goyang.
“Aaaah...
alasan aja kamu.. yaudah cepat masuk..” jawab satpam berkumis lebat itu.
“Makasih.. pak.. makasih...” ucap anak itu sambil mencium tangan
satpam yang akan segera menutup gerbang.
Anak itu pun
masuk dan pergi menuju kelas barunya. Ia bernama AHMAD seorang siswa kelas 11
yang pada hari ini akan naik ke kelas 12 di SMA GEMBIRA TANGERANG, walau pun
sudah menginjak kelas 12, Ahmad adalah seorang anak mempunyai badan kecil
seperti anak kelas 6 SD, oleh karena itu Ahmad sering kali jadi bahan bullyan
teman sekelasnya, Ahmad juga seorang anak yang mudah strees ketika ada masalah
di dalam kehidupannya.
Anak-anak di SMA GEMBIRA TANGERANG pada saat itu
berbondong-bondong menuju kelas barunya masing-masing, begitu juga Ahmad.
Karena hari ini adalah awal masuknya tahun ajaran baru di mana anak-anak bertemu
dengan kelas baru dan teman barunya maka KBM pada hari itu tidak berjalan
seperti biasanya.
“Karena
hari ini KBM belum aktif, maka bapak minta bagaimana kalo hari ini kita pakai
buat pemilihan ketua kelas saja...??” tanya pak Esha seorang wali kelas di kelas Ahmad.
“Okeee...
pakkkk okeeee...” jawab
anak satu kelas dengan penuh semangat.
“Tapii...
kayanya bapak tidak bisa ikut memilih ketua kelas di kelas kita hari ini
deh.. karena bapak ingin menghadiri
kondangan tetangga bapak, jadi kalian aja yang milih sendiri siapa yang pantas
untuk menjadi ketua kelas di kelas kita ini. Oke...??” Sahut pak Esha dengan senyuman eksoticnya,
kemudian beliau meninggalkan kelas.
“Siapa
nih yang mau kita jadiin ketua kelas di kelas ini???” tanya salah satu anak di kelas Ahmad.
“Ahmad
aja.... Ahmad...”
“Iya
Ahmad aja..”
“Iyaaaaa...
gimana kalo Ahmad aja..”
“Yaudah
Ahmad aja jadi ketua kelasnya..hahaha”
“AHMAD!!
AHMAD!! AHMAD!!..” sorak
beberapa anak di kelas.
Perasaan Ahmad waktu itu mulai tidak enak, jantungnya mulai
berdetak kecang, tetes demi tetes air keringatnya mulai jatuh dari dahi menuju
dagunya, bangku yang ia duduki bergetar akibat dari getaran tubuhnya, suasana
saat itu sangat menyeramkan bagi Ahmad, bulu kuduknya berdiri seakan-akan Ahmad
sedang melihat pocong di depan mukanya, dan tiba-tiba..
“AAAAARRRGGHH....
gue gamau jadi ketua kelas!! kalian jangan seenaknya aja dong.. mentang-mentang
badan gue paling kecil kalian seenaknya aja nunjuk gue jadi ketua kelas.. ini
kan gaadil seharusnya ketua itu di pilih atas kemauannya sendiri bukan dengan
cara di tunjuk-tunjuk seperti ini...” sahut Ahmad di bangku yang ia duduki dengan muka sedikit
kesal.
“Sabar
mad.. sabar.. ini demi kebaikan kita bersama kok, lo pasti bisa mimpin kelas
ini, tenang aja kita pasti mendukung lo kok..” ucap Arifin teman yang duduk di
depan bangku Ahmad.
Dengan muka
masih sedikit kesal Ahmad menjawab “Tapi gue kan gamau jadi ketua kelas, menurut
gue jadi ketua kelas itu tanggung jawabnya lumayan besar..”
“Udah
lah... lo pasti bisa kok, gue mendukung lo kok, lagian temen-temen kita semua
memberi kepercayaan buat lo jadi ketua kelas..” ucap Arifin yang sedang menenangkan
kekesalan Ahmad dengan suara rendah.
“Tapi
kan....”
“Udah
gausah terlalu di pikirin... jadi ketua kelas doang kan? Bukan ketua perang
dunia ke III? Lagian nanti suatu saat lo bakalan jadi ketua keluarga di rumah
tangga lo, yang bakalan lo rajut bersama istri dan anak-anak lo kelak, masa
gini doang gabisa? Gue yakin lo pasti bisa. Nah... sekarang lo mau kan jadi
ketua kelas di kelas kita ini??” bujuk Arifin dengan senyuman yang membuat Ahmad sedikit geli
melihatnya.
Dan akhirnya
Ahmad menganggukkan kepalanya dengan perasaan masih sedikit ragu untuk menerima
hal tersebut.
***
Hari berganti hari, Ahmad menjalankan tugasnya sebagai ketua
kelas meskipun ia masih tidak terima dengan keputusan ini, tapi ia mencoba
beradaptasi dengan kehidupan barunya menjadi seorang ketua kelas. Bagi
Ahmad beradaptasi dari orang yang tadinya
biasa-biasa aja di sekolah menjadi ketua kelas yang penuh dengan kesibukan,
sering di panggil guru, mengurus kelas, mendapatkan kritikan-kritikan,
menyatukan pendapat-pendapat teman yang berbeda, bagaikan seekor beruang kutub
yang sedang beradaptasi di negri mesir, memang tidak mudah untuk beradaptasi
seperti itu, tapi Ahmad dengan penuh ke ikhlasannya ia menjalankan tugasnya
sebagai ketua kelas meskipun ia strees memikirkan hal tersebut, apalagi dengan
badannya yang kecil itu ia tidak dihargai di kelas. Suatu ketika ada guru yang
memanggil Ahmad
“Ahmad...
sinih....” ucap ibu
Meta Morsofa, salah satu guru mata pelajaran biologi di SMA GEMBIRA TANGERANG.
“Iyaaaah
buuu ada apa ya??”
“Nantikan
kan di kelas kamu ada pelajaran ibu, ibu gabisa masuk tapi ibu mau ngasi tugas,
kerjakan soal LKS BAB1 jangan lupa di kumpulkan yaah, jangan sampai ada yang
tidak mengumpulkan!”
“Iyah
bu.. nanti saya sampaikan ke temen-temen...” jawab Ahmad.
Lalu setelah
itu Ahmad langsung menuju kelas untuk menyampaikan pesan dari ibu Meta Morsofa
kepada teman-temannya, ini adalah pertama kalinya Ahmad berbicara di depan
teman-teman sekelasnya.
“Temen-temen
mohon perhatiannya dong, ada pesan dari ibu Meta Morsofa katanya beliau engga
bisa masuk hari ini, tapi beliau nitip pesan katanya kerjakan soal di LKS BAB1,
jangan lupa nanti di kumpulkan yah...”
Ahmad
menyampaikan pesan ibu Meta Morsofa kepada teman-temanya tapi hanya satu dua
orang yang mendengarkan Ahmad berbicara di depan, sedangkan yang lain sibuk
dengan kesibukannya masing-masing, Ahmad seperti botol bekas yang tidak ada
harganya, di abaikan begitu saja.
Keesokan
harinya ibu Meta Morsofa memanggil Ahmad lagi
“Ahmad...
sini kamu..!!” ucap
dia dari ke jauhan
Ahmad
menghampiri ibu Meta Morsofa dan menjawab “Iya bu..??”
“Mana
tugas yang ibu suruh kerjakan kemaren??” tanya dia kepada Ahmad.
“Mmmm....
gini bu.. mmmm... anak-anak tidak ada yang mengerjakan tugas yang ibu suruh
kemaren, hanya satu dua orang doang bu yang mengerjakan tugas yang ibu suruh..”
jawab dia dengan
muka takut.
“Loh kok
bisa?? Apa kamu tidak menyampaikan pesan ibu ke semua teman kamu di kelas??!!” tanya ibu Meta Morsofa dengan emosinya.
“Mmmm..
Saya sudah menyampaikan pesan ibu.. tapi.... mereka tidak mendengarkan saya
bu..” jawab Ahmad
sambil menundukkan kepalanya.
“LOH..
kamu ini kan ketua kelas!! seharusnya kamu bersikap tegas kepada teman teman
kamu!! Jangan hal seperti ini di jadikan sebagai alasan untuk tidak
mengumpulkan tugas!! Kamu bisa gasih jadi ketua kelas yang tegas??!!” ucapnya kepada Ahmad.
Ahmad hanya
terdiam mendengar kritikan pedas ibu Meta Morsofa sambil menganggukkan
kepalanya keatas dan kebawah.
***
Hampir satu bulan Ahmad menjadi ketua kelas di kelasnya,
berbagai macam sindiran dan kritikan-kritikan pedas dari guru dan teman-teman
sekelasnya seakan-akan menjadi cemilannya tiap hari.
“Gimana
sih mad.. kalo jadi ketua kelas yang tegas dong!!”
“Iya nih
si Ahmad lu yang tegas dong kalo jadi ketua kelas!!”
“Dasar
ketua kelas ga bertanggung jawab!!”
Itulah
kata-kata yang di dengar Ahmad selama hampir satu bulan ini, hati Ahmad merasa
terpukul mendengar kritika-kritikan pedas itu tapi Ahmad hanya menyimpan di
dalam hatinya saja. Suatu ketika Ahmad tidak masuk sekolah karena ia sakit, ia
terlalu stres memikirkan jabatannya sebagai ketua kelas yang selalu di anggap
tidak becus dalam mengurus kelas, padahal ia bekerja dengan ikhlas mulai dari
menyapu kelas, menghapus papan tulis yang kotor, mengisi spidol, memanggil guru
setiap harinya dan sebagainya. Satu minggu Ahmad tidak masuk kelas, keaadaan
kelas mulai kacau karena orang yang di suruh untuk memanggil guru, mengumpulkan
tugas setiap harinya tidak masuk. Anak-anak pun mulai bertanya-tanya
“Kemana
Ahmad??”
“Iyaah si
Ahmad kemana yah??”
Kemudian si
Yanto salah satu teman yang duduk sebangku dengan Ahmad memberitahukan bahwa
Ahmad sudah satu minggu sakit.
“Si Ahmad
sakit apa??” tanya
salah satu teman sekelas Ahmad.
“Gue
kurang tau juga sih, katanya kepalanya sering pusing gituh..” jawab Yanto.
“Masa
pusing doang sampe satu minggu..??” jawab salah satu temannya lagi.
“Mana gue
taaaaauu....” jawab
Yando sambil menggerakkan alisnya.
“Mungkin
dia cape ngurus kalian yang gamau nurut sama dia, kalian jangan membebankan
semua ini kepada Ahmad, kasian dia tiap hari ngurus kalian tapi kaliannya gamau
nurut, alhasil yang kena omel sama guru si Ahmad kan? kalo ada tugas tapi
kalian gamau ngerjain! kalian kan udah gede, udah kelas 12, bentar lagi udah
mau lulus masa gabisa menghargai orang, jangan pernah mandang orang sebelah
mata, mentang-mentang si Ahmad paling kecil di kelas, paling kurus di kelas,
terus kalian seenaknya aja gamau nurut sama kata-kata Ahmad?? tolonglah... dia
kan ketua kelas kita yang kita percayai, kita pilih, jadi kita harus menghargai
dia sebagai ketua kelas..” ucap Arifin dengan tegas kepada teman-teman sekelas.
Kemudian
semuanya terdiam, ada juga yang matanya berkaca-kaca mendengar ucapan yang di
sampaikan oleh Arifin, dan sejak saat itu anak-anak mulai sadar dan prihatin
kepada Ahmad.
“Iyah
kasian juga yah si Ahmad”
“Iyah
kenapa kita gamenghargai dia.. padahal kita udah memberi kepercayaan sama dia”
“Iyah..
kenapa selama ini kita gasadar, coba kita jadi dia pasti kita bakalan ngerasain
tuh gimana sakitnya perasaan kita kalo di omelin guru, di bilang ketua kelas
gabertanggung jawab, padahal kita mengerjakan apa yang emang jadi tugas kita”
“Iyaah
kasian banget yah si Ahmad”
“Yaudah
mulai sekarang kita rubah semua sifat kita yang selalu mengandalkan atau
membebankan Ahmad, yang selalu ngeremehkan Ahmad, kita harus menghargai Ahmad
sebagai ketua kelas kita” ucap Arifin.
Keesokan harinya Ahmad masuk kelas dan semuanya berubah,
papan tulis yang biasanya kotor penuh dengan coretan-coretan guru saat mengajar
sekarang sudah bersih, meja-meja rapi, wajah-wajah teman sekelas yang biasanya
datar-datar saja ketika Ahmad masuk ke kelas sekarang semuanya memberi senyuman
kepada Ahmad.
“Ahmad...
maafin kita yah, maaf selama ini kita udah gangehargain lo, kita udah
ngebebanin lo jadi ketua kelas, maaf yah mad...” ucap dari salah satu perwakilan semua
teman kepada Ahmad.
“Mmmm... kalian
kenapa sih? Kok tiba-tiba jadi kaya gini? kalian gasalah kok, gue emang gategas
buat ngurus kalian”
jawab Ahmad.
“Engga
mad.. sebenernya lo tegas, kita sadar kalo selama ini kita gamau ngedengeri apa
yang lo suruh, apa yang lo minta, apa yang lo sampein, coba kita ngedengerin
pasti lo gaakan terbebani, kita bakalan kerjasama buat ngejadiin kelas ini
rapi, bersih, kita bakalan jadiin kelas ini sebagai rumah kedua kita dan kita
semua bakalan ngehargai lo sebagai pemimpin di kelas ini” ucap salah satu teman sekelas Ahmad
dengan senyuman.
“Gue sama
kok kaya kalian semua, gue gaperlu di spesial-spesialin, gue cuma butuh
kekompakan kita semua dan kerjasama kita semua, dan itu semua udah bikin gue
seneng” jawab Ahmad
dengan senyuman.
Kemudian
semuanya memeluk Ahmad dan semuanya terharu medengar kata-kata yang di ucapkan
Ahmad.
Dan akhirnya sekarang Ahmad menjadi ketua kelas seperti
biasanya akan tetapi sekarang teman-teman sekelasnya menghargainya sebagai
ketua kelas. Semuanya senang melihat semuanya kompak, begitu juga Ahmad dia nampak senang melihat teman-temannya
kompak dan mau bekerjasama satu sama lain. Meskipun sekarang Ahmad sudah di
hargai dan tidak di remehkan lagi oleh teman-teman sekelasnya, Ahmad tetap
menjalankan tugasnya sebagai ketua kelas seperti biasa, memanggil guru ketika
guru tidak kujung datang kekelas, mengumpulkan tugas yang sudah di kerjakan
oleh Ahmad dan teman-teman sekelasnya, dan ia juga masih menghapus papan yang
masih penuh dengan coretan-coretan bekas guru mengajar. Bagi Ahmad ketua kelas
yang baik itu adalah, bukan ketua kelas yang kerjanya hanya nyuruh-nyuruh, bukan
ketua kelas yang kerjanya cuma duduk dan ingin di hargai atau di segani teman-temannya
satu kelas, tapi bagi Ahmad ketua kelas yang baik itu adalah ketua kelas yang
mau bekerja untuk kesejahteraan kelasnya dan menjadikan isi kelasnya kompak
satu sama lain.